Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta
sekitar dua tahun lalu tepatnya 2012 memiliki ruang kerja baru. Terdiri
dari 11 lantai, bangunan seharga Rp 500 miliar itu berdiri kokoh tepat
di samping Gedung DPRD DKI yang lama.
Alamat gedung masih sama, di Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Sekilas bila melintas di jalan itu, gedung tersebut terlihat begitu mewah. Apalagi ketika masuk di dalamnya, suasana sejuk sangat terasa dari alat pendingin ruangan yang terpasang di setiap sudut ruangan.
Gedung ini mulai dipakai anggota DPRD DKI periode 2014-2019. Baru dua tahun dipakai, sejumlah kerusakan mulai terlihat di gedung tersebut.
Sekitar tahun 2014 lalu, sejumlah kerusakan mulai terlihat di Gedung DPRD baru. Seperti plafon yang menganga dan jebol, kaca tak kilat, tombol lift longgar, lantai lift retak, kloset duduk yang terlihat seperti sudah barang lama dan air pada tombol flush tidak berfungsi dengan baik.
"Ruangan rapat fraksinya atapnya bocor, kalau hujan airnya rembes dan karpet di lantai pasti becek," kata seorang pengamanan dalam (Pamdal) yang berjaga di lantai 8, Gedung DPRD DKI Jakarta, kala itu.
Saat itu, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan Daerah, Jonathan Pasodung, menilai temuan kerusakan itu hanya kerusakan kecil yang tak akan mempengaruhi bangunan seluruhnya.
"Harus dibedakan kerusakan arsitektural dengan struktur. Kerusakan tergantung dari pemeliharaan," kata Jonathan di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (29/9).
Kerusakan itu kabarnya sudah diperbaiki. Apalagi terlihat dalam anggaran usulan yang diajukan DPRD pada tahun 2014 dan 2015.
Namun empat tahun berlalu, kerusakan masih terlihat di sejumlah titik. Pantauan merdeka.com di Gedung DPRD pada Kamis (14/7) kemarin, sejumlah toilet masih ditemukan tak berfungsi dengan baik. Seperti kloset di lantai dua gedung DPRD, tak bisa digunakan karena mampet, kloset sampai ditutup dengan kertas berbahan fiber.
Tak hanya itu, sejumlah wastafel juga tak berfungsi dengan baik. Salah satunya di jalan penghubung antara gedung lama dan baru DPRD DKI dan di toilet basement di gedung baru.
Selain itu, internit di salah satu sudut toilet juga mulai rusak. Bahkan lebih parah lagi, kloset khusus buang air kecil ditutupi tempat sampah karena tidak berfungsi.
Bobrokan kualitas bangunan membuat miris pasalnya gedung baru saja dibangun empat tahun lalu dengan harga fantastis.
Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD DKI Jakarta, Suprapto, berdalih sejumlah kerusakan itu ulah tangan tak bertanggung jawab.
"Tapi secepatnya akan kami lakukan perbaikan," klaimnya.
Dia juga berdalih, sebagian besar fasilitas toilet tidak berfungsi karena instalasi air dalam dinding mengalami kebocoran. Dia berjanji segera memperbaiki dengan mengambil dana dari biaya pemeliharaan Gedung DPRD.
"Biaya pemeliharaannya masuk di biaya pemeliharaan gedung. Ada item-itemnya khusus toilet," imbuhnya.
Sekaligus, katanya, akan ada rehab berat mengingat ada kerusakan di bagian internit.
"Rehab berat diusulkan di anggaran perubahan karena banyak kerusakan. Karena saling terkait (instalasinya) satu sama lain," pungkasnya.
Mendengar adanya pengajuan dana rehab gedung oleh DPRD DKI, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, berang. Ahok, sapaan Basuki, heran setiap tahun ada penganggaran perbaikan gedung DPRD.
Perlu diketahui, tahun 2014 lalu Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI melakukan renovasi toilet dan gedung senilai Rp 50 miliar. Tahun 2015 kemudian dianggarkan lagi Rp 28 miliar.
Tahun ini, Ahok tak mau kebobolan lagi. Dia akan teliti dengan pengajuan usulan DPRD DKI yang mengaku sebagai dana perbaikan gedung.
"Biasanya mereka (Sekwan) yang ngajuin makanya kita mesti cek," tegas Ahok.
Apalagi, kini sudah diterapkan sistem elektronik budgeting. Sehingga semua pengajuan anggaran akan jelas terlihat tujuannya.
"Ini tuh seperti yang saya katakan di tahun 2014 banyak sekali anggaran yang tiba-tiba muncul yang kita gak tahu. Karena kan waktu itu gak mau e-budgeting. Karena itu juga kan saya ulai berantem (dengan DPRD) di 2015," tegasnya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini menegaskan, penolakan sistem elektronik ini sebenarnya tidak hanya terjadi di tataran legislatif. Karena sebagian satuan kerja perangkat daerah (SKPD) juga menolak e-budgeting.
"Waktu itu pun saat berantem-berantem, kita belum mengontrol kelakuan SKPD. Makanya banyak APBD yang kita Silpa-kan," tutup Ahok.
Sumber : http://www.merdeka.com
Alamat gedung masih sama, di Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Sekilas bila melintas di jalan itu, gedung tersebut terlihat begitu mewah. Apalagi ketika masuk di dalamnya, suasana sejuk sangat terasa dari alat pendingin ruangan yang terpasang di setiap sudut ruangan.
Gedung ini mulai dipakai anggota DPRD DKI periode 2014-2019. Baru dua tahun dipakai, sejumlah kerusakan mulai terlihat di gedung tersebut.
Sekitar tahun 2014 lalu, sejumlah kerusakan mulai terlihat di Gedung DPRD baru. Seperti plafon yang menganga dan jebol, kaca tak kilat, tombol lift longgar, lantai lift retak, kloset duduk yang terlihat seperti sudah barang lama dan air pada tombol flush tidak berfungsi dengan baik.
"Ruangan rapat fraksinya atapnya bocor, kalau hujan airnya rembes dan karpet di lantai pasti becek," kata seorang pengamanan dalam (Pamdal) yang berjaga di lantai 8, Gedung DPRD DKI Jakarta, kala itu.
Saat itu, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan Daerah, Jonathan Pasodung, menilai temuan kerusakan itu hanya kerusakan kecil yang tak akan mempengaruhi bangunan seluruhnya.
"Harus dibedakan kerusakan arsitektural dengan struktur. Kerusakan tergantung dari pemeliharaan," kata Jonathan di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (29/9).
Kerusakan itu kabarnya sudah diperbaiki. Apalagi terlihat dalam anggaran usulan yang diajukan DPRD pada tahun 2014 dan 2015.
Namun empat tahun berlalu, kerusakan masih terlihat di sejumlah titik. Pantauan merdeka.com di Gedung DPRD pada Kamis (14/7) kemarin, sejumlah toilet masih ditemukan tak berfungsi dengan baik. Seperti kloset di lantai dua gedung DPRD, tak bisa digunakan karena mampet, kloset sampai ditutup dengan kertas berbahan fiber.
Tak hanya itu, sejumlah wastafel juga tak berfungsi dengan baik. Salah satunya di jalan penghubung antara gedung lama dan baru DPRD DKI dan di toilet basement di gedung baru.
Selain itu, internit di salah satu sudut toilet juga mulai rusak. Bahkan lebih parah lagi, kloset khusus buang air kecil ditutupi tempat sampah karena tidak berfungsi.
Bobrokan kualitas bangunan membuat miris pasalnya gedung baru saja dibangun empat tahun lalu dengan harga fantastis.
Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD DKI Jakarta, Suprapto, berdalih sejumlah kerusakan itu ulah tangan tak bertanggung jawab.
"Tapi secepatnya akan kami lakukan perbaikan," klaimnya.
Dia juga berdalih, sebagian besar fasilitas toilet tidak berfungsi karena instalasi air dalam dinding mengalami kebocoran. Dia berjanji segera memperbaiki dengan mengambil dana dari biaya pemeliharaan Gedung DPRD.
"Biaya pemeliharaannya masuk di biaya pemeliharaan gedung. Ada item-itemnya khusus toilet," imbuhnya.
Sekaligus, katanya, akan ada rehab berat mengingat ada kerusakan di bagian internit.
"Rehab berat diusulkan di anggaran perubahan karena banyak kerusakan. Karena saling terkait (instalasinya) satu sama lain," pungkasnya.
Mendengar adanya pengajuan dana rehab gedung oleh DPRD DKI, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, berang. Ahok, sapaan Basuki, heran setiap tahun ada penganggaran perbaikan gedung DPRD.
Perlu diketahui, tahun 2014 lalu Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI melakukan renovasi toilet dan gedung senilai Rp 50 miliar. Tahun 2015 kemudian dianggarkan lagi Rp 28 miliar.
Tahun ini, Ahok tak mau kebobolan lagi. Dia akan teliti dengan pengajuan usulan DPRD DKI yang mengaku sebagai dana perbaikan gedung.
"Biasanya mereka (Sekwan) yang ngajuin makanya kita mesti cek," tegas Ahok.
Apalagi, kini sudah diterapkan sistem elektronik budgeting. Sehingga semua pengajuan anggaran akan jelas terlihat tujuannya.
"Ini tuh seperti yang saya katakan di tahun 2014 banyak sekali anggaran yang tiba-tiba muncul yang kita gak tahu. Karena kan waktu itu gak mau e-budgeting. Karena itu juga kan saya ulai berantem (dengan DPRD) di 2015," tegasnya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini menegaskan, penolakan sistem elektronik ini sebenarnya tidak hanya terjadi di tataran legislatif. Karena sebagian satuan kerja perangkat daerah (SKPD) juga menolak e-budgeting.
"Waktu itu pun saat berantem-berantem, kita belum mengontrol kelakuan SKPD. Makanya banyak APBD yang kita Silpa-kan," tutup Ahok.
Sumber : http://www.merdeka.com
0 Response to "Kemewahan Gedung DPRD DKI Rp 500 M, Ternyata di Dalamnya Rusak Total"
Post a Comment