Menanti Gerak Dua Koalisi Pilkada DKI Jakarta


Jakarta - Koalisi Kekeluargaan yang terdiri dari tujuh partai politik resmi terbentuk, Senin (8/8). Koalisi yang terdiri dari PDI Perjuangan, Gerindra, Demokrat, PAN, PKB, PKS, dan PPP itu menyiapkan nama calon penantang petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Meski sudah resmi terbentuk, nyatanya koalisi itu belum sama sekali menyepakati calon yang akan diusung. Alih-alih mengusung, mereka baru sebatas menyepakati tujuh kriteria ideal pemimpin Jakarta.

Secara matematis, gabungan tujuh partai itu memiliki suara dominan atau total 82 dari 106 di kursi legislatif Jakarta periode 2014-2019. Berbanding terbalik dengan tiga partai politik pengusung Ahok, yakni Golkar, Hanura dan NasDem yang hanya memiliki total 25 kursi legislatif.

Perbandingan itu secara gamblang memperlihatkan peta kekuatan politik antarpartai di Pilkada DKI Jakarta. Di atas kertas, Koalisi Kekeluargaan dapat memenangi Pilkada berdasarkan jumlah kursi yang dimilikinya.

Koalisi besar seperti ini juga pernah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Kala itu, koalisi besar lahir di putaran kedua, ketika pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, didukung Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PKS dan PPP.

Namun pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli harus rela kalah dengan Joko Widodo-Ahok yang hanya didukung dua partai, PDI Perjuangan dan Gerindra. Kedua partai itu juga bukan partai pemilik kursi dominan di legislatif Jakarta.

Anggota Dewan Pakar NasDem Taufiqulhadi memprediksi, Ahok akan menjadi pemenang pada pertarungan Pilkada 2017. Ia optimis koalisi tiga partai akan mampu menggulung koalisi besar yang terdiri dari tujuh partai.

Menurutnya, sosok Ahok masih diinginkan masyarakat Jakarta. Kepercayaan masyakarat itu yang kemudian dia klaim sebagai modal kampanye murah untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta.

Namun di satu sisi, pengamat politik senior dari LIPI Siti Zuhroh memprediksi lain. Ia menilai Ahok dapat bernasib sama dengan Fauzi Bowo pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Menurut Siti, ada kesamaan pola dan situasi yang dialami Ahok dan Foke. Selain unggul dalam survei, Ahok juga banyak mendapat dukungan partai politik seperti Foke.

"Yang terjadi dengan Pak Foke, kecele. Ini menunjukkan ada swing voter," ucap Siti beberapa waktu lalu.

Masyarakat cenderung memilih sosok calon daripada parpol pengusung. Apalagi, kata Siti, jika sosok calon yang akan maju dapat menjawab kekecewaan masyarakat selama calon petahana menjabat.

Siti menilai, karakter Ahok dalam beberapa kesempatan memiliki kesamaan dengan Foke, seperti digambarkan sebagai sosok yang pemarah dan cenderung tidak sabar.

Memang faktor perilaku pemilih menjadi kunci pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Pemilih Jakarta yang cenderung rasional, lebih memilih sosok Jokowi yang penuh dengan cerita kesuksesan saat menjabat sebagai Wali Kota Solo dua periode.

Masyarakat Jakarta menaruh harapan besar agar tercipta 'Jakarta Baru' yang menjadi jargon Jokowi-Ahok pada masa kampanye. Kesuksesan Jokowi, ditambah ketegasan Ahok saat memimpin Belitung Timur menjadi euforia masyarakat Jakarta saat memilih pemimpin baru.

Dalam kata lain, berapapun kuatnya suara atau kursi partai di legislatif, ternyata tidak terlalu memengaruhi pilihan masyarakat saat melakukan pencoblosan di tempat pemilihan suara. Begitupula yang akan terjadi pada Pilkada 2017.

Perlu diingat pula, satu faktor lain untuk memenangkan kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Faktor tersebut adalah bagaimana partai politik mampu memasarkan dan membuat branding atas calon yang diusung, dengan memaksimalkan peran media untuk mendulang dukungan masyarakat.

Kesuksesan political marketing dan political branding telah dibuktikan pada pasangan Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Duet koalisi PDI Perjuangan dan Gerindra mampu meracik strategi dan memoles Jokowi-Ahok sebagai dua sosok ideal pemimpin Jakarta.

Masyarakat Jakarta yang sebelumnya masih ragu menentukan pilihan atau menjadi swing voters, mampu diyakinkan untuk memilih Jokowi-Ahok agar memenangi pertarungan melawan petahana. Bahkan tidak hanya itu, masifnya dukungan masyarakat Jakarta juga diperlihatkan dengan aktif sebagai relawan.

Kini, patut dinanti sosok calon yang akan diusung dan didukung koalisi gemuk tujuh partai melawan Ahok dengan kekuatan tiga partai plus relawannya. Berapapun calon yang akan berkompetisi, akan sangat ditentukan dengan faktor-faktor di atas.

Tanggal 23 September mendatang baru menjadi awal pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017, saat KPUD membuka pendaftaran bagi pasangan calon dari partai politik.

Sumber : http://www.cnnindonesia.com

Berlangganan Berita Terbaru:

0 Response to "Menanti Gerak Dua Koalisi Pilkada DKI Jakarta"

Post a Comment

Sumber Lain