Perempuan-perempuan Ali



Cassius Marcellus Clay Jr. alias Muhammad Ali memang punya "mulut besar". Seolah-olah hanya ada pedal gas di mulutnya, tanpa pedal rem. Ketika Floyd Patterson, juara dunia tinju kelas berat, menyambanginya di arena Olimpiade 1960 di Roma, Italia, Cassius sudah sesumbar.

"Sampai bertemu dua tahun lagi, Floyd.... Saat itu aku akan menghajarmu dan merebut gelarmu," kata Cassius, saat itu baru 18 tahun, kepada Floyd Patterson, sang juara dunia. Saat itu kepercayaan diri Cassius memang tengah melambung tinggi setelah menyabet medali emas tinju kelas berat ringan. Floyd hanya tertawa mendengar sesumbar Cassius.

Cassius, menurut Odella Clay, sang ibu, memang punya kepercayaan diri agak berlebihan sejak kecil. "Bahkan, saat bermain dengan teman-temannya, dia selalu ingin jadi pemimpin," kata Odella dikutip Thomas Hauser dalam bukunya, Muhammad Ali: His Life and Times. Ketika Cassius mulai belajar bertinju, bocah itu dengan yakin mengatakan kepada ibunya bahwa satu hari nanti dia akan jadi juara dunia.

 Dia selalu bilang sayang kepadaku.... Tapi dia selalu bercanda. Aku tak pernah menanggapi dengan serius."Di perkampungan atlet Olimpiade Roma 1960, Cassius yang mulutnya terus nyerocos tak pernah istirahat itu sangat populer di antara semua petinju. Dia menyapa dan mengajak bicara semua orang. "Kalian akan menyangka dia tengah berkampanye untuk menjadi wali kota. Jika ada pemilihan, dia pasti jadi pemenangnya," seorang kawannya mengomentari gaya Cassius.

Di atas ring, Cassius punya kepercayaan diri selangit. Tapi, di depan gadis-gadis, pemuda ini rupanya sangat pemalu. Wilbert McClure, teman sekamarnya di Roma, juga saat berlatih di Chicago, bercerita bagaimana Cassius mengajak mereka mencari teman gadis. "Man, lihat banyak sekali gadis cantik di jalan.... Kita harus berkenalan dengan mereka," Cassius mengompori teman-temannya. "Ayolah, pakai jaket kalian dan kita bikin gadis-gadis itu terkesan."

Tapi, saat mereka berkunjung ke kantin SMA Marshall dan di depan matanya duduk gadis-gadis cantik, menurut Wilbert, Cassius justru malah diam. Cassius malah sibuk dengan makanan di depannya. Demikian pula saat mereka menghadiri pesta di Roma. Cassius hanya duduk diam dan tak ikut berjoget bersama teman-temannya. "Aku pikir dia tak pernah belajar berjoget dan tak cukup percaya diri berjoget dengan gayanya sendiri," kata Wilbert.


Cassius sebenarnya tak lugu-lugu amat dalam berhubungan dengan perempuan. Saat masih SMA, dia beberapa kali berpacaran. Tapi dia memang tak pernah benar-benar serius dengan perempuan. Cassius tak mau ada yang menghalangi kariernya bertinju. "Aku akan punya banyak uang. Aku tak mau bernasib seperti Joe Louis. Perempuan tak akan membuatku jatuh," Indra Leavell Brown, sobat Cassius sejak kecil, menirukan sahabatnya.

Tapi seperti juga sebayanya, Cassius juga "bersenang-senang" dengan teman-teman gadis di SMA. "Dia selalu bilang sayang kepadaku.... Tapi dia selalu bercanda. Aku tak pernah menanggapi dengan serius," kata Dorothy McIntyre Kennedy kepada Sports Illustrated. "Cassius selalu menjadi badut di kelas."

Salah satu gadis Cassius saat di SMA adalah Mildred Davis. Entah serius atau hanya membanyol, Cassius sering bicara soal pernikahan dengan Mildred. "Kita segera menikah dan punya rumah besar dengan kolam renang. Kita akan punya banyak anak, dan anak-anak tetangga akan datang bermain di kolam renang kita," Cassius berbisik kepada Mildred.


Tak ada satu pun pacar Cassius di SMA yang bertahan lama. Cassius yang telah menjadi petinju amatir pun, menurut Indra, juga tak terlalu serius dengan gadis-gadisnya. Kepada Indra, Cassius mengaku masih tetap perjaka sampai lulus SMA. Cassius memang lebih banyak ngobrol dengan pacar-pacarnya. "Akulah gadis pertama yang dia cium dan Cassius tak tahu bagaimana caranya. Jadi aku harus mengajarinya," kata Aretha Swint, teman SMA Cassius.

Baru bertahun-tahun kemudian, setelah Cassius menjadi Muhammad Ali dan menjadi juara dunia tinju kelas berat, Cassius alias Ali berhubungan serius dengan perempuan. Setelah melawat ke sejumlah negara Afrika sebagai utusan Nation of Islam, Herbert Muhammad, sang manajer, memperkenalkan Ali dengan seorang perempuan, Sonji Roi. Ali, seperti kisah di novel, jatuh cinta pada pandangan pertama. Ali, kata Sonji dalam buku Arlene Schulman, Muhammad Ali, langsung melamarnya hanya lima menit setelah mereka bertemu. "Mulanya aku pikir aku tak bakal suka dengan orang ini.... Aku bukan orang yang suka membual. Jika ada orang yang menyombongkan diri, biasanya aku akan kehilangan selera," kata Sonji, dikutip Inquistr. Tapi Ali terus mengejar Sonji.
Empat puluh satu hari kemudian, pada 14 Agustus 1964, Ali menikahi Sonji di Gary, Indiana. Pasangan muda ini—kala itu Ali baru 22 tahun, sementara Sonji setahun lebih tua—tak sempat menikmati bulan madu. Ali langsung berangkat ke Florida untuk bersiap menghadapi pertarungan berikutnya.
Dari awal, pernikahan Ali dengan Sonji bisa diramal bakal berumur pendek. Tak ada kesamaan di antara mereka. Ali mencari makan di atas ring tinju, sementara Sonji bekerja di klub malam. Ali seorang muslim, sementara Sonji biasa bergaul bebas, merokok, dan menenggak minuman beralkohol. Sonji juga tak mau banyak dikekang aturan. Pernikahan mereka bubar sebelum berumur dua tahun.

Sumber : http://x.detik.com/


AV

Berlangganan Berita Terbaru:

0 Response to "Perempuan-perempuan Ali"

Post a Comment

Sumber Lain