SINABUNG- Sudah tujuh warga di Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara, meninggal dunia sejak Gunung Sinabung
meluncurkan awan panas pada Sabtu (21/05) lalu.
Semua korban adalah warga Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berada dalam radius lima kilometer dari puncak gunung. Mereka diyakini tengah bertani ketika awan panas meluncur.
Pelin Depari, relawan sekaligus pengungsi Gunung Sinabung, mengatakan jatuhnya korban disebabkan kelalaian para penduduk desa yang berkeras menuju lahan pertanian. Padahal wilayah itu masuk kategori zona merah, daerah tertutup untuk masyarakat karena bahaya yang ditimbulkan aktivitas gunung.
“Mereka selalu masuk zona merah lewat jalan-jalan tikus, bukan dari jalan umum. Jalan umum sudah dijaga oleh aparat keamanan,” kata Pelin kepada BBC Indonesia.
Namun, tidak semua pengungsi sependapat dengan Pelin. Ketika ribuan warga Kabupaten Karo mengungsi tahun lalu, seorang warga bernama Abdi Kacaribu mengaku perlu kembali bertani seperti layaknya di kampung halaman.
"Yang kami butuhkan adalah kami bisa bekerja, seperti layaknya di kampung. Kami butuh merasa mandiri."
Keinginan Abdi bisa dipahami, namun demi keamanan dia dan penduduk desa lainnya didesak untuk tak lagi bertani di zona merah. Jika imbauan tersebut dipatuhi, menurut pakar vulkanologi, Surono, potensi risiko bencana bisa dikurangi.
“Pada prinsipnya, letusan Gunung Sinabung belum pernah keluar dari radius lima kilometer, sampai sekarang. Yang jadi masalah adalah karena Gunung Sinabung ini lama tidak meletus, sehingga masyarakat terlalu dekat dengan Gunung Sinabung. Itu menjadi masalah, risiko bencana menjadi terlalu tinggi,” kata Surono.
Mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana itu menyarankan agar radius lima kilometer dari puncak gunung tidak lagi dihuni manusia.
“Itu kan daerah yang bahaya, daerah yang harus kosong dari aktivitas masyarakat. Harus direlokasi bahkan,” tambah Surono.
Soal relokasi, Nata Nail selaku Kepala Bidang Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo, mengatakan terdapat tiga desa yang dalam proses pemindahan, yakni Desa Bakerah, Simacem, dan Sukameriah.
Untuk tahun ini, Nata Nail mengaku BPBD Kabupaten Karo bersiap memindahkan empat desa, yakni Desa Gamber, Kuta Tonggal, Gurukinayan, dan Berastepu.
Sambil menunggu proses relokasi, menurut Nata Nail, masyarakat ditempatkan di hunian sementara. Mereka diberikan bantuan sewa rumah sebesar Rp 3,6 juta/KK/tahun dan sewa lahan pertanian sebesar Rp 2 juta/KK/tahun.
Selama enam tahun terakhir, aktivitas Gunung Sinabung nyaris tak pernah absen setiap tahun. Pada Juni 2015, muntahan awan dan gas panas dengan kecepatan tinggi meluncur ke lereng gunung sehingga sebanyak 3.000 orang diungsikan.
Kemudian, setahun sebelumnya, 15 orang meninggal dunia. Situasi ini menandakan warga harus tetap waspada.
“Saya bilang ke teman-teman relawan, bahwa letusan ini bakal panjang. Kalau pertandingan lari, ini bukan sprint, tapi maraton sehingga harus sabar, mengatur ritme dan sebagainya,” kata pakar vulknaologi, Surono.
Terdapat empat tingkat isyarat terkait aktivitas gunung berapi, yakni normal, waspada, siaga, dan tingkat tertinggi, awas, yang artinya letusan bisa terjadi sewaktu-waktu.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Sinabung telah berada pada tingkat awas sejak Juni 2015.
Sumber: http://www.bbc.com
0 Response to "Rawan Bencana, Warga Di Sekitar Gunung Sinabung 'Harus Direlokasi'"
Post a Comment