Jakarta - Tegar (12), Aldo (11), dan Raihan (7), tak bersekolah lagi. Mereka sejatinya siswa SDN Rawajati, Jaksel. Rumah yang digusur dan tidur di trotoar membuat mereka tak memikirkan sekolah.
"Nggak mau ke Marunda, jauh banget," kata Tegar yang ditemui tengah di trotoar di sekitar Kalibata, Jumat (2/9/2016).
Warga di sekitar Rawajati ditertibkan. Mereka tinggal di jalur hijau. Pemprov DKI sebenarnya memberikan rusun Marunda dan juga usaha di pasar Tebet. Tapi warga menolak, termasuk anak-anak ini.
"Nggak mau di pinggir laut, takut tsunami," jawab Aldo. "Nggak mau, kejauhan sekolahnya, ribet," sambung Raihan.
Rumah tak ada trotoar jadi pilihan. Terpaksa, tidur beralas tikar dengan banyak nyamuk.
"Mandi numpang di sekolahan," jawab Aldo.
"Kecewa bang dirobohin. Ini saya kena pentungan (satpol PP) ngapain juga digusur, nyusah-nyusahin aja. Emang ini ngebangun pake daun ape, kan pake duit," sambung Aldo.
Aldo, Raihan, dan Tegar geram rumah mereka digusur. Anak-anak ini tak tahu dan tak memikirkan kalau rumah mereka di jalur hijau.
"Pengen saya cekek Satpol PP. Nangis saya kemaren di pintu masuk motor," tutur Aldo.
"Nangis aja kemaren. Mama saya pingsan," sambung Raihan.
Anak-anak ini masih berharap bisa bersekolah lagi dengan tenang. Tapi keadaan memaksa. Mau tak mau mereka harus menyingkir dari Rawajati, walau saat ini terpaksa bertahan di trotoar.
Sumber : http://news.detik.com
0 Response to "Penggusuran Rawajati di Mata Anak: Satpol PP, Marunda yang Jauh, dan Takut Tsunami"
Post a Comment