Klaten - Dalam waktu yang
berdekatan terjadi dua peristiwa vandalisme yang cukup menyita perhatian. Yang
pertama di Gereja Katolik Santo Yusuf Pekerja, Klaten, sebuah kota di Jawa
Tengah. Patung Yesus Kristus roboh
dengan kondisi tangan patah sedang patung bunda Maria, bunda Yesus (juga diakui
dalam Alquran) hilang secara misterius dan ditemukan di sungai. Peristiwa kedua
menimpa Sendang Sriningsih, tempat ziarah umat Katolik di Prambanan,
Yogyakarta. Patung bunda Maria juga diduga pengalami perusakan.
Terkait vandalism di kota
di Jawa Tengah tersebut, sempat beredar pesan viral via whatsapp bahwa pelaku
adalah anak koster (staf gereja) yang marah karena permintaannya yaitu
dibelikan HP baru nan canggih tidak dituruti. Ia meluapkan amarahnya pada
Allah, mungkin begitu logikanya. Tidak jelas juga siapa awal penyebar berita
ini. Saya sendiri mendapatkan berita ini dari beberapa orang. Artinya menjalar
dengan cepat. Namun, berita ini segera dibantah baik oleh pastor paroki setempat
maupun pastor lainnya yang disebut-sebut dalam pesan WA itu.
Sejauh yang saya
ketahui, polisi masih melakukan investigasi baik di Klaten, Jawa Tengah, maupun
Prambanan, Yogyakarta. Kita belum tahu motif dan pelaku. Mungkin saja hasil
perbuatan orang stres atau orang sekitar. Dan khusus terkait kejadian di
Klaten, polisi sedang menyelidiki rekaman CCTV yang aktif saat peristiwa
tersebut terjadi.
Sementara menunggu
kerja polisi, saya merasa ada hal lain yang penting kita refleksikan bersama. Tidak
terbatas pada dua peristiwa di atas, namun jauh lebih luas. Kita tahu bahwa
peristiwa perusakan sarana-sarana peribadatan sudah terjadi sebelumnya. Dan
kita bisa menyebutnya perilaku ‘takut patung’. Jadi apa yang ada dalam pikiran
pelaku? Mungkin takut tercemar imannya? Tercemar bagaimana, mengingat pasti
tidak pernah ia diganggu dengan cara apapun?
Pertanyaan ini penting
kita ajukan sebab berbagai vandalism dan kekerasan atas nama Tuhan itu tidak cukup umum sebelumnya kecuali tahun-tahun
belakangan ini. Sebegitu menakutkan 'patung yang hanya patung itu' sampai cara beribadat dalam agama orang
lain menjadi masalah serius bagi orang dari agama lain? Ada hal yang
samar-samar, sebagian lagi kabur.
Di sisi lain, ada hal
yang perlu dipertegas sekali lagi. Orang Katolik BUKAN penyembah patung seperti
yang suka diulang-ulang sebagian orang. Mau dikatakan dengan cara apapun, mau
dikasih ayat seberapa banyakpun, fakta tidak berubah. Orang Katolik adalah
penyembah-penyembah Allah yang hidup. Patung hanya sarana peribadatan, yang
membantu kekhusukan seseorang guna hadir secara personal di hadirat Allah.
Buktinya sederhana. Kalau Katolik menyembah patung, bakal ada berbagai sekolah dan universitas yang bermutu itu? Coba periksa ada berapa orang Islam dan agama-agama lainnya yang mendapat pendidikannya di sana. Ada begitu banyak cendekiawan dan profesional Islam yang dididik di berbagai institusi Katolik dan tidak pernah pindah agama.
Kalau Katolik menyembah
patung, bakal ada berbagai rumah sakit, klinik dan akademi keperawatan yang
bermutu itu? Silahkan masuki saja satu rumah sakit Katolik dan hitung ada
berapa Islam yang mendapat pelayanan medis secara profesional di sana. Silahkan
hitung pula ada berapa Islam yang bekerja di berbagai institusi kesehatan
tersebut.
Kalau Katolik menyembah
patung, bakal ada pastor sekaligus ilmuan-penulis seperti Romo Mangun, Romo
Sindhu, Romo Magnis Suseno, Romo Mudji? Silahkan Tanya orang-orang yang
dipengaruhi pemikiran maupun komitmen hidupnya oleh orang-orang ini. Pasti kamu
akan mendapat cerita menarik bahwa terjadi kolaborasi dan hubungan yang luar
biasa produktif antara ilmuawan dan pemuka agama lintas iman.
Kalau Katolik menyembah
patung, bakal ada berbagai koran, percetakan dan toko buku bermutu itu? Bisa
bayangkan bila tidak ada orang-orang Katolik yang sangat berdedikasi pada
pencerdasan bangsa? Boleh juga dihitung ada berapa banyak orang Islam dan
agama-agama lainnya yang bekerja dan berkarya di berbagai perusahaan ini.
Orang
Katolik menyembah patung? Pasti tidak. Dengan semua sumbangsih di atas yang
baru segelintir diceritakan itu, pasti tidak. Patung tidak punya daya mengubah,
mendorong dan memperbaharui. Allah, pasti, karena Allah.
Orang takut patung mestinya
kurang piknik, latah dalam tindakan, hanya gagah dalam keberangasannya dan
miskin informasi. Sederhananya, ia bukan cuma gagal paham. Sesungguhnya, ia
dalam bahaya besar. Ia sedang menuju kegelapan pikiran. Ia pikir patung
yang hanya patung mengganggu. Pikirannya sedang terganggu.
Mungkin dia pikir,
takut patung berarti cinta Allah.
Sumber : http://katabijakmutiaracintamu.blogspot.co.id
0 Response to "Takut Patung Berarti Cinta Allah"
Post a Comment