Menyibak Misteri Dimas Tompel di Pembunuhan Enno Parihah


Tangerang - Ruang sidang itu sontak ricuh. Sebuah sepatu terlihat dilempar ke arah orangtua terdakwa pembunuh Enno Parihah, Neneng (37) dan Nahyudin (42), saat keduanya keluar dari ruang sidang 5 lantai 2, Pengadilan Negeri Tangerang, Banten.

Tidak hanya dilempar dengan sepatu, kedua orangtua terdakwa pembunuh Enno itu juga diserbu cacian dan makian keluarga korban.

Neneng dan Nahyudin adalah orangtua RAL (16), salah satu terdakwa pembunuhan Enno. Keduanya datang untuk mengikuti persidangan anaknya, yang dituduh ikut membunuh buruh pabrik plastik itu.

Dalam persidangan Jumat 10 Juni 2016, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut RAL hukuman 10 tahun penjara. Namun, keluarga Enno menganggap tuntutan itu ringan hingga menyulut kemarahan mereka.
Pantauan Liputan6.com, mereka melampiaskan kemarahannya kepada orangtua RAL. Mereka menyoraki, memaki, dan melempari pasangan suami istri itu dengan sepatu.

Beruntung lemparan sepatu itu ditepis anggota kepolisian yang melindungi pasutri tersebut. "Sabar bu, pak, ingat tengah puasa," teriak anggota polisi mencoba menenangkan.

Namun tetap saja tak diindahkan keluarga korban yang telah terlanjur kecewa dengan tuntutan jaksa. Sementara ibu kandung almarhumah Enno Parihah (18), Mahpudoh terus menangis usai persidangan.

Dia menilai hukuman yang dituntut JPU kepada terdakwa tidak sesuai dengan yang diharapkan. "Pokoknya harus mati, kalau 10 tahun ini sangat tidak adil," kata Mahpudoh sembari terus menangis.



Kesedihan Mahpudoh atas kepergian anaknya secara tragis, tak bisa ditutupinya dalam setiap persidangan. Pada sidang sebelumnya, Selasa 7 Juni 2016, Mahpudoh tak kuasa melihat cangkul yang digunakan terdakwa untuk menghabisi nyawa putrinya di ruang sidang. Dia pun memutuskan keluar ruang sidang.

Kejadian itu terjadi saat JPU membawa masuk cangkul sebagai barang bukti pembunuhan sadis Enno Parihah. Melihat itu, Mahpudoh yang duduk di bangku pengunjung bersama suami dan anaknya, langsung menangis histeris.

Tangisan Mahpudoh terdengar hingga luar ruang sidang. Tidak lama kemudian, wanita paruh baya berjilbab itu keluar meninggalkan ruang sidang.

"Dia nggak kuat pas lihat cangkul dibawa masuk. Akhirnya dia keluar," kata Kepala Desa Pegandikan, Kecamatan Lebak Wangi, Kabupaten Serang, Mafruhah, yang turut hadir mendampingi keluarga korban.

Keluarga korban berharap, ketiga pembunuh Enno dihukum mati karena menghilangkan nyawa anak ke empat dari tujuh bersaudara ini. "Keluarga ingin pelaku dihukum mati karena tindakannya sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan," ujar Mafruhah.

"Kami minta hukuman mati buat RAL, mati dibayar mati," kata Nuis, salah satu keluarga Enno yang hadir dan berunjuk rasa saat persidangan.
JPU sendiri menuntut RAL hukuman penjara 10 tahun. "Pertimbangannya berdasarkan Pasal 81 ke-6 bahwa apabila pidana yang dilakukan oleh anak-anak yang diancam hukuman mati dan seumur hidup, hanya dikenakan pidana paling lama 10 tahun," kata Kepala Kejaksan Negeri Tangerang Edward Kaban.

Menurut Edward, hal yang memberatkan terdakwa di antaranya memberikan keterangan berbelit-belit, menghilangkan nyawa orang, perbuatannya sadis, serta masyarakat merasa resah dengan perbuatan pelaku, dan orangtua korban merasa kehilangan.
"Sesuai fakta-fakta di persidangan, JPU kita akhirnya mengusulkan hukuman maksimal," ujar Edward.


Sumber :  http://news.liputan6.com

  AV> 


Berlangganan Berita Terbaru:

0 Response to "Menyibak Misteri Dimas Tompel di Pembunuhan Enno Parihah"

Post a Comment

Sumber Lain