Kasus Papa Minta Saham Ditutup, Menjadi Kegaduhan Politik Selama Tahun 2015



Hercules, Jakarta - Sepanjang tahun 2015 ini peta politik nasional sangat gaduh. Skandal 'papa minta saham' yang berujung mundurnya Ketua DPR RI Setya Novanto menjadi penutup kegaduhan politik di tahun 2015, namun belum benar-benar mengakhiri kegaduhan politik nasional.

"Tahun 2015 sarat gaduh. Dibuka oleh episode Polri versus KPK Jilid II, dan ditutup dengan mundurnya Ketua DPR akibat skandal 'Papa Minta Saham'. Semua kegaduhan itu menjadi bagian tak terpisah dari proses konsolidasi pemerintahan baru pimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Bambang Soesatyo, kepada detikcom, Rabu (30/12/2015).

Pada tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK ini pasangan 'salam dua jari' juga menghadapi tantangan yang berat. Akibat gonjang-ganjing perekonomian global, pertumbuhan ekonomi nasional menglami perlambatan. Di luar persoalan ekonomi, hiruk-pikuk politik lebih banyak menyita perhatian rakyat sepanjang tahun 2015 ini. Meski Pilpres sudah lama berlalu dan perebutan kursi pimpinan DPR sudah selesai, namun gesekan panas antara Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat terus bergulir sepanjang tahun 2015, akibatnya kinerja DPR tak efektif, sejumlah pihak menyebut DPR jalan di tempat.

Panasnya perpolitikan nasional seolah tak pernah padam selama 2015. Baru enam bulan Jokowi menjabat Presiden, perombakan kabinet dilakukan. Perombakan dilakukan untuk mengefektifkan kinerja pemerintahan di tengah kesulitan yang dihadapi Indonesia. Dalam reshuffle kabinet jilid pertama ini, Presiden Jokowi mencopot semua Menko, menyisakan Menko PMK Puan Maharani. Jokowi mengganti sejumlah orang lama dengan menteri baru.

Jokowi memberhentikan dengan hormat lima menteri dan Seskab yaitu Tedjo Edhy dari posisi Menko Polhukam, Sofyan Djalil dari posisi Menko Perekonomian, Andrinof Chaniago dari posisi Kepala Bappenas, Rachmat Gobel dari posisi Menteri Perdagangan, dan Indroyono Soesilo dari posisi Menko Maritim. Kemudian diumumkan pemberhentian Andi Widjajanto dari posisi Sekretaris Kabinet. Sebagai penggantinya, lima menteri dan Seskab baru dilantik. Darmin Nasution menjadi Menko Perekonomian, Rizal Ramli menjadi Menko Kemaritiman, Pramono Anung menjadi Seskab, Sofyan Djalil menjadi Kepala Bappenas, Luhut Binsar Pandjaitan menjadi Menko Polhukam, dan Thomas Lembong menjadi Mendag.

Tak lama setelah reshuffle jilid pertama diumumkan, elite PDIP sudah mengungkap bakal dilakukannya reshuffle kabinet jilid dua. Rupanya bagi PDIP masih ada sejumlah menteri yang kinerjanya tidak sesuai harapan. Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno bahkan menyebut reshuffle kabinet jilid dua bakal dihelat Oktober 2015, namun sampai penghujung tahun 2015 ini reshuffle kabinet memang semakin memanas namun masih juga sekedar wacana.

Menguatnya wacana reshuffle kabinet jilid dua bukan tanpa alasan. Lantaran ada perubahan peta politik di DPR, terutama terkait dukungan parpol ke pemerintah. Setelah PAN menyatakan dukungan ke pemerintahan Jokowi-JK, dukungan parpol pendukung pemerintah di DPR semakin kuat. PAN pun seolah menanti mendapat balas jasa berupa kursi menteri. Isu reshuffle kabinet jilid dua menguat kembali menjelang penghujung tahun 2015 ini, sejumlah elite PAN menyebut partainya bakal dapat dua menteri, namun lagi-lagi belum ada kepastian dari Jokowi soal kapan bakal diumumkan reshuffle jilid dua ini.

Namun gara-gara pernyataan segelintir elite PAN yang menyebut Presiden akan memberikan dua kursi menteri untuk PAN, perpolitikan nasional kembali gaduh. Elite KIH yang kini telah berganti nama menjadi Partai-partai Pendukung Pemerintah, meradang. Hanura seolah menentang PAN masuk kabinet dengan mengingatkan Jokowi jangan ada penumpang gelap di kabinet, sementara PDIP, NasDem, PKB, dan PPP menyerahkan sepenuhnya kepada prerogatif presiden, meskipun mereka dengan jelas menyatakan tak ingin presiden di dekte. Kisruh ini mulai mereda setelah petinggi PAN mulai menegaskan bahwa PAN tak pernah mengintervensi presiden soal reshuffle kabinet.

Seperti apa yang disampaikan Bambang Soesatyo, kegaduhan politik akhir tahun ini ditandai dengan mencuatnya kasus 'papa minta saham' yakni pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK terkait pembicaraan tentang kontrak Freeport yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Kasus ini bergulir dan meja MKD dan Kejagung.

Persidangan MKD soal kasus 'papa minta saham' begitu panas dan sangat gaduh. MKD memanggil pelapor yakni Menteri ESDM Sudirman Said, saksi Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto sebagai terlapor, dan ada panggilan tambahan untuk Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang juga dicatut dalam pembicaraan tentang kontran Freeport antara Novanto-Maroef, dan pengusaha Reza Chalid. Sementara Reza Chalid yang tak lain pengusaha minyak begitu saja mengabaikan panggilan MKD.

Di tengah upaya pengusutan kasus ini ada 3 anggota MKD dari Golkar yang mati-matian membela Novanto. Meski demikian ketiga anggota MKD dari Golkar ditambah empat anggota MKD lain menyatakan Novanto melakukan pelanggaran berat. Sementara 10 anggota MKD yang menjatuhkan pelanggaran sedang bagi Novanto dengan konsekuensi pemberhentian.

Setya Novanto akhirnya mengundurkan diri di detik terakhir sebelum MKD membacakan putusan atas kasus yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said tersebut. Singkat cerita Ketum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie kemudian menunjuk Ade Komarudin menjadi Ketua DPR, namun Novanto masih dipercaya menjadi Ketua Fraksi Golkar DPR. Keputusan Ical ini ditegaskan Bambang Soesatyo diambil sendiri oleh sang ketum Golkar di rapat harian DPP Golkar.

MKD kemudian menyatakan kasus ini ditutup tanpa sanksi untuk Novanto. Publik masih terus menagih sanksi MKD untuk Novanto, namun demikian reses DPR seolah menyelamatkan MKD dari pertanyaan besar dari masyarakat itu. Namun demikian proses hukum kasus pemufkatan jahat 'papa minta saham' terus bergulir di Kejagung. Jaksa Agung telah memanggil sejumlah saksi dalam penyelidikan kasus ini, kini Jaksa Agung tengah meminta izin Presiden untuk memeriksa Setya Novanto, Kejagung juga tengah bekerjasama dengan interpol untuk mencari Reza Chalid. Hingga penghujung tahun 2015 pengusutan kasus ini belum tuntas.

Karena itu diprediksi memasuki tahun 2016 yang tinggal menghitung hari, situasi politik nasional tak akan lepas dari kegaduhan. Apalagi kisruh dualisme kepengurusan Golkar dan PPP yang terus memanas selama tahun 2015 belum menunjukkan tanda-tanda islah permanen.

"Jika tahun 2015 saya sebut tahun konsolidasi pemerintahan Jokowi-JK dengan penuh gaduh, maka tahun 2016 saya prediksi pemerintahan Jokowi-JK ini  masih akan tetap gaduh. Paling tidak isu reshuffle, skandal Freeport, dualisme kepengurusan partai Golkar dan PPP yg berlarut-larut, desakan PDIP utk mencopot Rini Soemarno, serta perseteruan internal antar partai pendukung pemerintah (KIH) terkait kursi menteri dengan masuknya PAN dan tidak menutup kemungkinan juga akan di susul beberapa partai dari KMP, akan menjadi puncak kegaduhan sepanjang 2016," kata Bambang Soesatyo menyampaikan prediksinya.


(van/try)

Sumber : www.detik.com

Berlangganan Berita Terbaru:

0 Response to "Kasus Papa Minta Saham Ditutup, Menjadi Kegaduhan Politik Selama Tahun 2015"

Post a Comment

Sumber Lain