2 Kali Gagal Jadi Hakim Agung dan Kini Andriani Tersandung Skandal Perkara


Jakarta - Di jagat peradilan, nama Andriani Nurdin cukup dikenal sebagai hakim perempuan yang berpengaruh. Tapi apa lacur, rekam jejaknya tersandung skandal perkara dan namanya masuk dalam tuntutan jaksa KPK terhadap Kasubdit Perdata MA, Andri Tristianto Sutrisna.

Berdasarkan catatan detikcom, Rabu (9/8/2016), nama Andriani mulai dikenal publik saat menjadi ketua majelis sengketa Majalah Berita Mingguan Tempo vs Tomy Winata pada Maret 2004. Di tengah persidangan, Andriani dipromosikan menjadi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bogor sehingga ia tidak bisa mengadili sengketa itu sampai selesai. Saat itu pula, Andriani tengah mengadili perkara gugatan pelanggaran HAM kasus Tanjung Priok.

Tapi tidak lama berselang, ia kembali lagi ke PN Jakpus dengan posisi sebagai Wakil Ketua PN Jakpus dan setelah itu menjadi Ketua PN Jakpus pada 2007. Kala itu, Andriani menggantikan atasannya Cicut Sutiarso yang dipromosikan menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tingigi (PT) Denpasar. Cicut kini menjadi Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Medan.

Saat menjadi Ketua PN Jakpus, terjadi mutasi 9 hakim tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Disebut-sebut dia yang berperan dalam pergantian hakim itu. Tapi hal itu dibantah Andriani.

"Saya pribadi, berpikir teman teman itu kan dipromosikan. Selama ini kan kita mengedepankan azaz peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya murah. Kita tetap jaga sehingga harus ada pergantian ini," ucap Andriani

Dua tahun menjadi Ketua PN Jakpus, karier Andriani moncer. Ia diangkat menjadi hakim tinggi pada PT Palembang dan 2011 menjadi hakim tinggi pada PT Bandung. Dalam tahun yang sama, ia lalu dilantik menjadi Wakil Ketua PT Palangkaraya. Setahun setelahnya atau pada 4 Desember 2012, Andriani dilantik menjadi Wakil Ketua PT Banten.

Tak lama berselang, Andriani mendaftar calon hakim agung. Kala itu, Andriani juga bersaing dengan mantan bosnya, Cicut Sutriarso. Tapi langkah keduanya terhenti karena gagal seleksi di tingkat Komisi Yudisial (KY).

Gagal menjadi hakim agung, karier Andriani melaju pesat dan menjadi Ketua PT Mataram pada 24 September 2013. Pada 2016, Andriani dipromosikan menjadi Wakil Ketua PT Surabaya dan kembali mengikuti seleksi hakim agung tapi lagi-lagi langkahnya kandas untuk kedua kalinya.

Belakangan terungkap saat menjabat sebagai Ketua PT Mataram, Andriani melobi perkara lewat Andri hingga Ketua Muda MA bidang Kamar Perdata, Djafni Jamal. Anehnya, perkara yang dilobi adalah perkara yang terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur, padahal Andriani adalah Ketua PT Mataram.

"Please, Mas. Kepada siapa lagi, Mas. Nanti saya kalau perlu juga sampaikan duduk masalahnya ke majelis seperti yang dianjurkan Pak Jafni. Saya hanya percaya dengan Mas Andri Tristiando Sutrisna SH MH," kata Andriani dalam WhatsApp kepada Andri pada 9 Desember 2015.

Kini, kredibilitas MA dipertaruhkan. Sebab berdasarkan Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Peradilan yang Berada di Bawahnya, Andriani harusnya dicopot dari jabatannya.

"Ketua Mahkamah Agung wajib menonaktifkan Panitera/Pejabat Eselon I/Pimpinan Tinggi Utama dan/atau Madya yang diduga melanggar disiplin kerja atau kode etik dan pedoman perilaku dan kemudian membentuk tim pemeriksa," demikian bunyi Pasal 5 ayat 7 Perma Nomor 8 Tahun 2016.

Atas fakta di atas, MA menyerahkan sepenuhnya masalah itu ke KPK.

"Kami serahkan ke KPK apa itu benar atau tidaknya. Ini agar semuanya jernih," kata juru bicara MA, hakim agung Suhadi.

Sumber : http://news.detik.com

Berlangganan Berita Terbaru:

0 Response to " 2 Kali Gagal Jadi Hakim Agung dan Kini Andriani Tersandung Skandal Perkara"

Post a Comment

Sumber Lain