Jakarta - Kafe Jamban di Semarang yang mengajak pelanggannya untuk menyantap hidangan di atas wadah jamban mengundang cibiran dan komentar miring masyarakat. Sang pemilik, Budi Laksono, menanggapinya dengan santai dan tetap melanjutkan usahanya yang disebut bertujuan memberikan edukasi kesadaran sanitasi.
Apakah hal tersebut efektif? Direktur Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, dr Imran Agus Nurali, SpKO, angkat bicara. Secara popularitas untuk menarik perhatian mungkin saja. Tapi nanti akan ada efek buruk seperti bumerang yang akan dialami pemilik kafe karena 'melawan' adab etika yang ada di masyarakat.
"Memang secara etika ke Indonesiaan enggak pantas, menurut saya enggak pas. Dampaknya paling kalau ada unsur-unsur mencari popularitas gitu malah akan jadi bumerang saja," kata dr Imran kepada detikcom, Jumat (1/8/2016).
Menurut dr Imran bila memang ingin menimbulkan kesadaran terhadap sanitasi maka salah satu cara yang baik adalah dengan menyumbangkan tenaga dan tempat untuk pembangunan. Hal yang sebenarnya sudah dilakukan oleh Budi sejak tahun 2005 dengan membantu pembuatan sekitar 173 ribu jamban.
"Sediakan lahan sendiri untuk dipakai bersama, sediakan juga tenaganya untuk membuat jamban. Kita dari kementerian paling bisa membantu cetakan jambannya," kata Imran.
"Kita enggak membuatkan langsung jamban untuk masyarakat karena kalau gitu biasanya malah enggak dipakai. Jadi sengaja biar ada keterlibatan warga biar ada rasa memiliki," lanjutnya.
Di Kementerian Kesehatan sendiri program kesadaran untuk sanitasi sudah berjalan sejak tahun 2008. Program mencakup proses pemicuan menimbulkan kesadaran menggunakan jamban, pelatihan kader, dan sampai ke pendampingan masyarakat yang sudah mandiri membuat jambannya sendiri.
Sumber : http://news.detik.com
0 Response to "Apa Kata Ahli Kesehatan Lingkungan Soal Kafe Jamban?"
Post a Comment